Minggu, 05 Juni 2011

Anak Yang Cengeng

Menangis. Lalu berlari menuju kamar. Gara-garanya sih simpel. Berantem ama temen. Harusnya waktu itu baca Al-Qur’an bareng-bareng satu kelompok, eh, malah nangis. Yang tadinya mau baca Qur’an, sekarang malah sesenggukan.


Sambil nahan nangis sesenggukan, anak tadi pergi ke kamar, tempat dia ama temennya satu kelompok nginep selama 4 hari 3 malem. Dia milih nangis di kamar karena malu ama temen-temennya. Apalagi ini baru pertama kali bagi dia ikut ELBOM. Diajak temen sekelas, katanya. Temennya sih tahun kemarin udah pernah ikut.


ELBOM emang selalu jadi satu diantara agenda NUANSA yang banyak ditunggu. Baik oleh panitia. Apalagi peserta. Nggak sedikit peserta yang udah ikut ELBOM lalu ikut lagi tahun depannya. Acaranya yang rame dan seneng-seneng selalu bisa bikin anak-anak SD yang ikut jadi ketagihan. Tapi ELBOM nggak selalu seneng-seneng. Contohnya, anak yang satu ini. Menangis gara-gara dipukul temennya. Entah kenapa dia dipukul. Mungkin maksudnya bercanda. Eh, jadinya beneran.


Sambil sesekali ngusap matanya yang sekarang tambah merah karena nggak bisa nahan nangis, anak itu tambah bingung. Pintunya dikunci! Dia lupa kalau pintu kamar selalu dikunci kalau peserta ELBOM sholat jamaah. Mau balik, malu. Tetep disitu, nggak bisa masuk. Nangis sesenggukan yang tadinya ditahan-tahan, sekarang jadi semakin keluar karena sudah nggak tahan. Meski nggak nangis dengan suara keras, air matanya ngalir deras...


”Kenapa? Mau masuk? Sebentar, ya, mas bukakan,” kata-kata itu membuat sang anak lebih tenang. Kakak pemandunya sudah datang. Yang membawa kunci kamar itu memang kakak pemandunya. Kunci yang tadinya dibawa di saku, segera dia keluarin untuk membukakan pintu kamar kelompok panduannya.


Setelah masuk kamar, anak itu duduk di kasur. ”Kamu nggak apa-apa? Kenapa nangis? Sakit? Udah, nggak apa-apa...” Pemandu itu dengan senyumnya yang tenang sesekali ngelus punggung anak itu. Air mata anak itu berkurang. Matanya yang tadi merah basah sekarang udah lebih cerah. Tapi mendadak matanya ngelihat seseorang di deket pintu. Anak yang tadi mukul dia tiba-tiba datang.


”Tadi kalian berantem ya? Udah. Sekarang kalian maaf-maaf-an,” kata kakak pemandu itu. Anak yang mukul tadi terus ngulurin tangannya untuk bersalaman. Sedangkan anak yang tadinya nangis nggak cuma diem. Mereka pun akhirnya salaman.


”Nah, gitu. Sekarang nggak usah berantem lagi, ya. Yuk, kita kumpul lagi ama temen-temen yang lain. Kita mau jalan-jalan nih!”


----



NUANSA. Setelah jadi peserta, lalu penggiat, dan sekarang paripurna (jadi ngerasa agak tua...), masih sering kangen ama suasana NUANSA yang nggak akan pernah hilang di ingatan. Keluarga. Kehangatan. Senyum. Tertawa. Betapa asyiknya rasa capek setelah kegiatan (hehe... PUAS gitu loh!!). Bisa senyum-senyum sendiri kalo inget gimana frustasinya temen-temen panita ketika rafia games spyder web rusak ditarik-tarik ama adik-adik kelompokku. Dilarang, eh, malah tambah garang. Hampir putus tali rafianya. Keliatan banget muka kesel dan bete penjaga posnya. Dia betul-betul marah. Udah susah-susah dibuatnya, malah rusak dalam sekejap.


Capek. Kesal. Kesel. Kesel awake dan kesel atine. Tapi nggak kapok-kapok ya? Apa ini gejala masochist? Ternyata nggak. Aku dan temen-temen melakukannya karena sesuatu. Ada sesuatu dalam diri ini yang ngebuat kami nggak pernah kapok dengan capek dan bosan dengan letih. Cinta kami.


Kalau ada yang ngerasa NUANSA udah berubah dan nggak seperti dulu, maka cintaku nggak akan berubah. Aku udah terlanjur cinta. Cinta pada pemandu yang dulu menemaniku. Cinta pada anak yang dulu kupandu.


”Kita masih bisa ketemu nggak, ya, mas?” kata Irwan, salah satu anak bengal kesayanganku. Cinta pada temen-temen NUANSA karena nggak bosen mencintaiku (boleh ’kan ge-er?). Cinta pada ALLAH yang udah menjadikanku berada diantara orang-orang hebat. Mas Duma. Mbak Genia. Mas Wahyu. Budi. (Kok jadi absen Kepsek NUANSA?) Maka sekarang giliranku berbagi cinta yang dulu mereka bagi kepadaku. Meski saat ini hanya berupa cerita masa laluku yang nggak akan bisa aku lupa.


Temen-temen, adakah yang bertanya:”Apa yang (bakal) kudapat dari NUANSA?” Kalau aku sih belajar banyak hal dari NUANSA. Sudah 10 tahun aku belajar darinya. Sejak kelas 6 SD hingga hari ini. Satu diantaranya adalah belajar bahwa untuk mencintai tidak harus selalu dicintai. Cinta yang kurasakan di NUANSA...


Cinta itu yang selalu mengingatkanku. Bahwa NUANSA bukan sekedar keluarga. Bukan sekedar tempat belajar. Bukan sekedar tempat bermain. NUANSA adalah satu diantara cara Allah mengingatkanku bahwa surgaNya senantiasa menunggu. Melalui cinta tulus orang-orang di dalamnya yang seakan mengatakan:”Ayo kita mengenal cintaNya. Merasakan tiap saat yang dia berikan kepada kita dengan perasaan bahagia. Bahagia karena dia mengijinkan kita untuk mengenalNya. Indahnya Allah bisa kita rasakan kalau di hati kita ada iman...”


Dan ikatan iman itu semakin menguatkan ikatan hatiku dengan NUANSA. Hatiku ingin mengajak kalian mengenal cintaNya melalui cinta orang-orang NUANSA.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar